Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Angin dan Bunga

Gambar
Sudah sejauh mana bertiup? Menjauh? Bahagiakah kau dengan langkah yang kau pijaki? Kau tahu, alurmu menggugurkan kelopakku. Angin dan bunga. Dua elemen yang tak pernah saling berkaitan. Kamu yang bersifat terus bergerak dan aku yang diam. Bagaimana diamku bisa kau paksakan dengan gerakmu? Yang ada hanya gugur, atau terlepas dari tangkainya kemudian layu. Kita adalah elemen itu. Kamu sang angin dan aku bunga. Semua tersurat di nama kita. Mungkinkah suratan takdir juga hanya membawa kau maupun aku saling menipak tinta di masa lalu? Mungkinkah? Sama seperti sifat namamu yang berhembus sekali kemudian pergi? Bunga tanpa angin bukanlah hal berat. Sama halnya angin tanpa bunga. Semua tetap berjalan baik-baik saja. Kamu dengan alurmu dan dengan lajumu yang terlanjur kau pijaki. Dan aku? Meski sempat gugur aku dapat memperbaiki kelopakku. Dari kuncup. Jiwa yang rindu sekali akan cahaya. Pelan namun pasti aku akan mekar, seiring pilihan yang aku pijakkan pada jalan menuju impia

Sayang, Mengertilah

Mawar itu layu dalam cengkeraman. Usia tujuh hari selepas dipetik. Masih berpita putih dan terangkai. Berjejer rapi dengan mawar-mawar lain yang sama layu. Amay meletak kembali. Sebenarnya ia resah dengan keberadaan mawar yang ia genggam itu. Untuk apa? Mahal terbeli, selesai memandang dibuang. Kan sayang. Meski begitu ia tetap menikmati bebauan segar yang menguar pertama kali menerimanya dulu. “Nona Amay?” “Ya saya?” “Ada kiriman bunga untuk Nona. Silahkan.” “Terimakasih, Pak.” Kurir itu kok tahu-tahu langsung datang kemari? Punya GPS versi dunia akhirat apa ya? Pikir Amay yang sedang menyore di taman kampus dengan aktivitasnya tenggelam dalam kesibukan buku dan makalah-makalah saat itu. Ia tidak melanjutkan pikiran kacaunya. Buat apa? Buang tenaga. Alif? Mata sipit itu berkaca-kaca selesai membaca surat dan pengirimnya. Dia cepat membuka ponsel. Ditatap lama-lama wallpaper HP-nya. Laki-laki tangguh dengan badan kekar dan tegap berseragam khas anak bea cukai.

6 Tahun 6 Jam

Gambar
 Jarak. Karenanya mata ini tak pernah saling tatap, raga tak pernah bersatu hanya untuk sekedar mencumbu. Tertawa renyah hanya sebatas garis-garis pada memo yang terpampang pada layar ponsel. Melihatnya menangis atau tengah bersedih hanya sekedar emoticon titik dua buka kurung yang ia selipkan ditengah pesan-pesan yang ia kirim untukku. Sampai lelah hati ingin mengutara rindu. Karena setiap waktu yang ada adalah doa. Rangkaian kalimat yang teruntai untuk disampai pada Yang Kuasa untuk segera mempertemukan. Sesederhana kata yang terucap “izinkan aku bertemu dengannya sebentar saja. Untuk melepas rindu.” Dan Tuhan memberikan sesuai harap. Pada hitungan tahun pisah, hitungan ratusan hari tak bersua, diberikan secelah waktu hitungan menit untuk jumpa. 6 jam. Tak lebih seperempat hari yang tersisa ditengah kelelahan kerja. Apa kita salah berharap? Salah menguntai doa? Kilat sekali perjumpaan yang ada. Tapi syukur harus selalu terpanjat. Mungkin saat mengucap doa tidak sembar